Oleh
: Ayundayani Rosadi
Aku dan kenangan itu kembali lagi
menyatu merajut impian yang dahulu pernah dibuat dalam janji suci sebuah
hubungan. Bukan aku yang menciptakan kenangan itu, tapi kenangan itu sendiri
yang menghadirkan sebuah permintaan untuk tetap dikenang. Dahulu, sempat
berfikir bahwa takan pernah kuhadirkan kenangan ini lagi dalam suasana hati
apapun. Tetapi seketika, kenangan itu datang dengan deras saat si pemilik
kenangan kembali dengan seenaknya saja dalam hidupku, mengikatku kembali,
mengurungku kembali dalam nikmat kebahagiaan yang nyata dalam kehidupanku saat
ini.
Bagaskara Dirga Ratama nama itu
sangat tidak asing dalam hidupku. Aku memanggilnya Bara, seseorang yang tak
pernah lepas dari motor balapnya. Seorang pembalap terhebat di sircuit yang ada di Indonesia dan
mungkin seAsia Tenggara. Lelaki yang pernah menghiasi kehidupan cintaku 4 tahun
lamanya. Dahulu, kami sering menantang angin malam kota Jakarta hanya untuk
bersenang-senang bersama. Bagaikan kehidupan, roda motor balap Bara melaju
dengan seimbang dan tak pernah jatuh ke tanah.
Sesuai dengan namanya, Bara seperti
api yang selalu membara. Semangatnya tak pernah padam, emosional nya
meledak-ledak, dan hanya bisa di taklukan dengan sesuatu yang berbau aku. Aku
ingat sekali Bara, kau selalu meredam emosimu jika sudah mendengar suaraku. Aku
sangat mencintaimu, memilikimu dan saat itu tak pernah bisa lepas dari hidupmu.
Bara suka sekali dengan Mawar Putih,
menurutku kamu adalah laki-laki yang memilki perasaan selembut tissue. Sky Dinning di kawasan Plaza Semanggi
menjadi saksi pertama akan keromantisanmu Bara, disana kau memberiku kalung
emas putih berliontin laba-laba yang sangat indah. Sangat mengetahui aku
menyukai binatang itu kau pun membuatnya dalam bentuk kalung. Kau luar biasa
Bara.
Hubungan selama 4 tahun sudah cukup
menghasilkan banyak kenangan Bara, dihari ketika Bagaskara Dirga Ratama harus
pergi ke France di kota kecilnya Gray. Saat itu Bara turun sircuit untuk memperjuangkan Negara
Indonesia ini di Kejuaraan yang digelar di Negara itu. Mulai dari pertandingan
hari itu, Bara yang roda balapnya selalu seimbang tak pernah jatuh ke tanah,
saat itu Bara terjatuh di tanah yang mungkin belum akrab dengannya. Keadaan
kritis Bara membuat suasana hatiku saat itu tak karuan, dengan uang seadanya
aku mencoba menyusul ke negara antah berantah itu.
Aku menyesal sebelum pertandinganmu
dimulai, kau menghubungiku berkali-kali dan kau sempat agak emosi. Aku sangat
tau kepanikanmu jika tak mendapat kabar dariku, aku sangat mengetahuinya.
Tetapi hilang sudah Bara yang ku cintai, nyawanya tak tertolong. Hanya satu
yang terselamatkan dari mu saat itu, kenangan 4 tahun kebersamaan kita masih
selamat. Aku terpuruk dan tak pernah membuka hati kepada setiap lelaki yang
mendekat. Sampai akhirnya aku mulai membuka diri bahwa kau memang sudah tiada,
tetapi hidupku harus tetap seimbang dan berjalan bagai roda balapmu.
Dua tahun hidup tanpamu, aku mulai
membuka diri dengan menjalani segala aktifitasku dengan semangat. Pekerjaanku
sebagai Jurnalis membuat hidupku terpental ke penjuru daerah negeri ini. Bara,
aku mulai mencoba untuk melupakanmu dan membuatmu tenang dalam alammu.
Suatu hari aku masih mengenakan
seragam reporter ku harus segera menuju pulau Sulawesi untuk meliput beberapa
kuliner dan budaya khas pulau itu. Aku sangat bersemangat karena pulau itulah
yang sangat aku tunggu-tunggu untuk aku singgahi. Bukan karena di pulau itu
kita pertama kali bertemu Bara, tetapi saat itu aku rindu sekali dengan keindahan
Bunakennya.
Pulau Sulawesi tepatnya di Makassar
aku bertemu dengan Bara ku dulu. Dengan motor balapnya lagi, dan dengan seragam
ini. Berawal dari wawancara eksklusif kemenangan pertandingan Bagaskara Dirga
Ratama.
Di hari ketiga keberadaanku di kota
Makassar, aku pergi ke wahana permainan yang cukup besar dikawasan sana. Karena
hari itu aku mendapatkan jatah liburan akhir karena selesainya
tugas-tugasku. Aku terkejut, disana ada
wahana balapan motor mini. Tidak sama sekali terkenang tentang Bara saat itu,
aku memasuki wahana itu seorang diri. Aku gagal mencobanya, karena yang
mengendarai harus seorang pria.
Tiba-tiba dari arah jam 09.00 ada
motor balap menghampiri aku, tak terlihat sama sekali wajahnya. Hanya saja
matanya yang tajam memandangku dengan hangat seakan mengajak aku untuk
berkunjung lebih dalam ke matanya. Belum sempat mengenal siapa dirinya, aku
duduk di jok belakang motor balap itu. Meningkatnya adrenalinku saat si
pengendara misterius itu mengingatkanku kembali dengan Bagaskara Dirga Ratama.
Keseimbangan rodanya dan kemenangan kami di dalam wahana itu.
Selesai permainan, aku melihat wajah
dibalik helm full face itu. Terkejut
bukan main, siapa dia? Apakah kembaranmu Bara? Wajahmu benar-benar mirip dengan
pengendara misterius itu. Hanya berbeda dengan warna bola mata, karena bola
matamu hitam dan bola matanya coklat seperti memakai softlens.
Aku berkenalan dengan pengendara
misterius itu, ternyata namanya Andi Akmal Akram. Pria asli dari kota makassar
yang masih memiliki keturunan darah bangsawan dikota ini. Sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Bara anak tunggal dari keluarga keraton Solo.
Akram, aku memanggilnya dengan
sebutan itu. Mungkin dia masih ingat wajah kagetku ketika pertama kali melihat
wajahnya. Apa ini kau Bara? Reinkarnasi itu benar-benar ada atau tidak aku pun
tidak mau berfikir takhayul itu
terlalu jauh.
Aku bertukaran nomer handphone dengan
Akram, kepulanganku ke Jakarta juga diantar olehnya ke bandara Kota Makassar.
Sifat energik nya sangat mirip dengan Bara membuat aku benar-benar terperangkap
dalam kenangan itu. Si pemilik kenangan itu hadir lagi dalam keanehan yang
sulit ditebak. Bukan kembar identik tetapi bisa seperti pinang dibelah dua,
sungguh membuat banyak tanda tanya didalam kepala.
Sudah 6 bulan lamanya aku berhubungan
dengan Akram, hari ini akram akan kerumahku. Kebetulan dia sedang berkunjung
kerumah saudaranya yang ada di Jakarta. Hubungan 6 bulan kami saat ini sudah
mencapai ke titik keseriusan, tetapi belum sama sekali adanya kejelasan. Maklum
saja, terakhir pertemuan kami itu 6 bulan yang lalu. Dengan singkat dan penuh dengan
misteri.
Hari ini aku dan Akram akan
mengelilingi Taman Safari, karena itu permintaan Akram jadi aku sebagai orang
yang lebih mengenal Jakarta bersedia untuk menjadi tour guide dalam trip
perjalanan Akram kali ini. Dia memang hobi travelling
dari cerita-cerita nya dalam ponsel selama 6 bulan ini.
Aku memakai pakaian casual tetap dengan gaya diriku sendiri
dan tak lupa mengenakan parfum Balenciaga
Florabotanica favoritku. Aku yang akan menjemputnya ke bandara, jalanan
cukup padat merayap karena hari ini jam pulang kerja. Sesampai di Bandara,
lelaki bertubuh tinggi besar, berkulit coklat, berambut berantakan, bermata
coklat, dan hanya memakai kaos oblong dan celana pendek sudah duduk dikursi
tunggu bandara.
Ternyata Akram sudah lebih dulu
sampai daripada diriku. Akram masih sama, masih seperti Bara dan lagi-lagi
membuatku terkejut dengan memberiku mawar merah. Terkejut, Akram dengan mawar
merahnya dan Bara dengan mawar putihnya. Tiba-tiba dadaku sesak mengingat
segala kenangan itu, perasaanku tak bisa aku kendalikan, aku memeluk Akram
seakan Bara masih dihadapanku. Perihal Bara, aku sudah banyak cerita dengan
Akram. Mungkin, dia sadar arti pelukanku itu hanya pelukan yang merindukan
kenanganku.
Kami pergi ke tujuan awal dengan tawa
yang meledak-ledak, padahal itu pertemuan kami yang kedua. Sangat aneh, saat
itu aku berfikir mengapa Akram bisa sedekat itu denganku, mungkin karena kami
selalu kontakan via celuler.
Akram terlihat bahagia dan sangat
lelah hari itu, belum sempat mencari penginapan akhirnya dia aku izinkan untuk
menginap dirumahku. Sesampai dirumah, bukan hanya aku yang terkejut melihat
Akram. Mamaku yang sama sekali tidak tau cerita tentang Akram sempat merasa
merinding saat aku mengenalkan Akram padanya. Papaku juga melontarkan banyak
pertanyaan sangkin herannya atas kemiripan itu.
Tengah malam, Akram mengirimkan pesan
singkat kepadaku.
Kamu sudah tidur? Bisa turun ke ruang TV sebentar?
Tanpa membalasnya, aku segera turun
kebawah dan mengenakan jaket malamku karena baju tidurku yang agak tembus
pandang. Akram menonton Tv, aku terdiam dibelakangnya. Teringat Bara kembali,
potongan rambutnya, aku rindu denganmu
Bara.
“Devi, sini duduk sebentar. Ko kamu
bengong sih?”
“Iya, aku hmm kenapa belum tidur?”
“Aku mau bicara sesuatu”
Bara. Mulai malam itu aku benar-benar
terkejut dengan semua skenario ini. Akram memberiku kalung emas putih, bedanya
kali ini berliontin huruf “A”. Apa maksud semua ini? Akram menyatakan
perasaannya padaku. Aku mencintainya masih sebatas aku melihat dirimu ada di
dalam Akram. Tetapi aku tidak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya Bara.
Mungkin, kau sudah memberikan buku
kenangan kita dulu kepada Akram? Atau kau sudah membuat persetujan kalau akram
yang akan menjadi pemilik kenangan itu? Atau apa? Semua tanda tanya terjawab
saat Akram ingin menikahiku.
Akram pun tahu, aku mencintainya
karena bayangmu. Tetapi Akram tetaplah Akram, dan pemilik kenangan itu tetaplah
kamu. Mungkin, sudah seharusnya Akram yang meneruskan buku kenangan itu. Dengan
Akram, yang bisa menyeimbangkan perjalanan yang harus tetap berjalan layaknya
hidupku saat ini.
Semua kenanganmu kembali lagi Bara,
takan ku hapus dan takan ku lupa. Tetapi akan kunikmati lagi kebahagiaanku
dengan si pemilik kenangan yang berikutnya, Akram.