Aku tak akan lupa, anakku lahir
dengan menderita. Tali pusarnya tidak terpotong dengan alat apapun. Keris dan
panah terhebat arjuna, seakan akan tidak memiliki arti. Hanya ada satu senjata
yang mampu, pusaka wijayandanu yang dikuasai karna, kiblat pandawa berkata
bahwa wijayadanu adalah hak arjuna. Pertarungan kaka beradik itu pun sangat lah
sengit. Arjuna hanya berhasil mengambil sarung pusaka. Tetapi aku tak peduli,
sarung pusaka yang tidak tajam itu mampu mengakhiri penderitaan anakku.
Lenyaplah sudah tali pusar anakku. Aku melihat dia menjadi bocah kecil, lengkap
dengan senyuman anak anaknya.
Nasib yang memberikan jalan lain, ia
menjadi pembela dewa-dewa di khayangan. Pracona dan sekipu raksasa raksasa itu
menyerang. Anakku terpilih untuk menghadapi mereka.
Aku
tidak mau melawan bayi, jadikan tubuhnya sebanding dengan kami. Raksasa-raksasa
itu yang meminta, dan dewa yang menentukan. Lalu dilemparlah anakku yang mungil
itu ke lautan api candradimuka. Sekian puluh pusaka menyertainya, dan kemudian
muncullah sesosok pemuda berbadan kekar dari kobaran api itu, dan membantai
Pracona.
“Arimbi istriku, sayang sekali
kamu tidak melihat anak kita tadi. Sebagai ayah, aku sangat bangga padanya”
(paradigma)
Matahari terbit lalu ayam mulai
berkokok (asumsi). Aku
tidaklah mengerti apa yang ada di fikiran suami ku, anak ku yang mungil? Yang
seharusnya masih kuberi kasih sayang, kusuapi, kutemani tidurnya. Kini, ia
datang dengan ukuran tubuh setinggi ayahnya, dengan kumis dan dada berbulu.
Penuh keasingan, remaja yang tak pandai berkata-kata. Tapi, aku masih melihat
matanya seperti mata bocah anakku. Kebanggan apa yang harus aku milikki?
Dia
bahkan tak mengenaliku, dan tak mengetauhi apa itu ibu. Rasa nya ingin meledak
kepalaku saat dia tak tau apa apa, dan ayahnya memberi tau aku ibunya beserta
apa arti ibu..
Waktu berjalan cepat, anakku menjadi
ksatria paling setia di keluarga Pandawa. Semua orang menyayanginya. Semua
prajurit perang membutuhkannya. Gatotkaca
dan pasukannya memiliki semangat, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh
(Adagium). Kini anakku milik
bersama, bukan milikku seorang. Ia milik Pandawa, yang telah memiliki rencana
akan masa depannya. Betul. Jika dia ada
di Amarta.
Tetapi,
saat ia berkumpul dirumah saudaranya? Antareja dan Antasena, mereka bercanda keriangan
memanjat pohon, berlarian di halaman rumah ayahku. Sementara Gatotkaca, ia
hanya mengawasi dari kejauhan. Aku melihat ada jiwa yang ingin memberontak dari
tubuh kekar anakku. Mungkin, karena ia tidak pernah merasakan hal hal indah
seperti saudaranya. Ia hanya mengenal perang, yang menjadikan nyawanya adalah
taruhannya.
“anakku,
apa kamu tidak mau main seperti mereka?”
“ia
tidak mengjakku”
“tapi
kau boleh”
“...........”
“kau
ingin menatap capung?”
“terlalu
mudah bagiku”
Aku lupa, anakku bisa menguasai
udara. Tetapi, tak adakah waktu untuk mengenalkannya apa itu senang? Apa itu
indah? Apa itu duka? Aku hanya ingin anakku seperti manusia selayaknya. Tetapi
saat anakku jatuh cinta, aku senang tak terkira. Ia bertemu pergiwa putri
arjuna. Belum ia merasakan bahagia seutuhnya, ternyata Pergiwa telah dijodohkan
dengan Lesmana anak Duryudana Raja Hastina. Ia patah hati.
Tetapi, aku berterimakasi dengan
kresna, yang telah mengajarinya mencuri
pujaan hatinya. Dan sekarang ia telah memberiku cucu yang mewarisi
kegagahan Gatotkaca, Sasikirana. Dua tahun saja menjadi keindahan untukku,
setelah itu dia kembali kesediakala. Kembali berperang untuk memperluas
jajahan.
Peristiwa
Tunggarana, sebuah tanah perbatasan antara Pringgandani dan Trajutrisna,
menjadi pertarungan antara Gatotkaca dan Boma. Orang-orang berfikiran Boma akan
menang, karena ia adalah anak Kresna. Tetapi, semua pasti ada campur tangan
Kresna. Karena boma, bukanlah anak Kresna, ialah aib dari seseorang raksasa
yang menghamili istrinya. Aku semakin yakin dengan hal itu, karena peristiwa
tewasnya Samba anak kresna yang lain oleh boma.
Tadi
malam Kresna menyelinap ke peraduan Gatutkaca.
“anakku.
Seberapa besar kau mencintai pandawa?”
“sebesar
hormatku padamu”
“jika ku
minta nyawamu malam ini?”
“kau
lebih tau harga yang pantas untuk itu”
“kemenangan
pandawa”
“tunjukan
jalanku”
Mengapa harus anakku? Pagi ini aku
menyelinap ke benteng kurawa untuk menemui karna. Kuceritakan padanya tentang
Gatotkaca, anakku yang malang. Mengapa seorang karna begitu lantang tertawa
setelah menghabisi nyawa seorang bocah yang bukan tandingannya? Ia tersenym
“kami
hanya sedang bermain”
Kutatap
matanya lekat. Aku tahu bahwa aku telah memaafkannya.
DISTORSI
: pesan yang dapat diambil dari cerita diatas adalah sebagai ayah atau kepala
keluarga harus mempunyai sikap yang tegas bukan egosi, sebagai pemipin kita
tidak boleh bertindak semena-mena dan ajangan mengorbanan kebahagiaan orang
lain untuk kepentingan diri sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar